Faraidh atau mawarist (WARISAN) , sesuatu atau harta benda yang di tinggalkan oleh seseorang yang meninggal untuk dibagikan kepada yang masih hidup karena warisan disini memang untuk di bagikan .Suami atau pemimpin wanita , bagian laki-laki disini 2 kali bagian perempuan dalam kondisi apapun .
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MENDAPAT WARISAN
Faktor-faktor
yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan ada tiga:
- Nasab atau keturunan yang syah
- Wala’ (Loyalitas budak yang telah dimerdekakan kepada orang yang memerdekakannya)
- Nikah yang syah
SEBAB-SEBAB
YANG MENGHALANGI MENDAPAT WARISAN
1.
Berlainan agama
2. Perhambaan Sebab seorang hamba
dan harta bendanya adalah menjadi hak milik tuannya, sehingga kalau ada
kerabatnya memberi warisan, maka ia menjadi milik tuannya juga, bukan miliknya
ORANG-ORANG
YANG BERHAK MENDAPATKAN WARISAN
Orang-orang yang berhak mendapatkan harta peninggalan
ada tiga kelompok, yaitu: kelompok yang sudah ditentukan bagiannya, kedua, ashabah
dan ketiga rahim (atau disebut juga ulul arham).
Bagian-bagian yang telah ditetapkan dalam Kitabullah
Ta’ala ada enam: (pertama) separuh, (kedua) seperempat, (ketiga)
seperdelapan, (keempat) dua pertiga, (kelima) sepertiga, dan (keenam)
seperenam.
A. Yang
dapat 1/2:
1.
Suami yang dapat seperdua (dari harta peninggalan isteri), bila
si mayyit tidak meninggalkan anak.
2.
Seorang anak perempuan mendapatkan separuh
3.
Cucu perempuan, karena ia menempati kedudukan anak perempuan
menurut ijma’ (kesepakatan) ulama’.“Para ulama’ sepakat bahwa cucu laki-laki
dan cucu perempuan menempati kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan. Cucu
laki-laki sama dengan anak laki-laki, dan cucu perempuan sama dengan anak
perempuan, jika si mayyit tidak meninggalkan anak kandung laki-laki.”
4. dan 5.
Saudara perempuan seibu dan sebapak dan saudara perempuan sebapak.
Firman-Nya: “Jika seorang meninggal dunia, padahal ia tidak mempunyai anak, tanpa mempunyai saudara perempuan, maka saudara perempuan dapat separuh dari harta yang ia tinggalkan itu.”
Firman-Nya: “Jika seorang meninggal dunia, padahal ia tidak mempunyai anak, tanpa mempunyai saudara perempuan, maka saudara perempuan dapat separuh dari harta yang ia tinggalkan itu.”
B. Yang
dapat 1/4 ; dua orang.
1. Suami
dapat seperempat, jika isteri yang wafat meninggalkan anak.
Firman-Nya: “Tetapi jika mereka meninggalkan anak, maka kamu dapat seperempat dari harta yang mereka tinggalkan.” (QS An Nisaa’: 12).
Firman-Nya: “Tetapi jika mereka meninggalkan anak, maka kamu dapat seperempat dari harta yang mereka tinggalkan.” (QS An Nisaa’: 12).
2. Isteri,
jika suami tidak meninggalkan anak.
Firman-Nya: “Dan isteri-isteri kamu mendapatkan seperempat dari apa yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak meninggalkan anak.” (QS An Nisaa’: 12).
Firman-Nya: “Dan isteri-isteri kamu mendapatkan seperempat dari apa yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak meninggalkan anak.” (QS An Nisaa’: 12).
C. Yang
dapat 1/8; hanya satu (yaitu):
Istri dapat
seperdelapan, jika suami meninggalkan anak.
Firman-Nya: “Tetapi jika kamu tinggalkan anak, maka isteri-isteri kamu dapat seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.” (QS An Nisaa’: 12).
Firman-Nya: “Tetapi jika kamu tinggalkan anak, maka isteri-isteri kamu dapat seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.” (QS An Nisaa’: 12).
D. Yang
dapat 2/3; empat orang
1 dan 2. Dua anak perempuan dan cucu
perempuan (dari anak laki-laki).
Firman-Nya: “Tetapi jika anak-anak (yang jadi ahli waris) itu perempuan (dua orang) atau lebih dari dua orang, maka mereka daat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan (oleh bapaknya).” (QS An Nisaa’: 11).
Firman-Nya: “Tetapi jika anak-anak (yang jadi ahli waris) itu perempuan (dua orang) atau lebih dari dua orang, maka mereka daat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan (oleh bapaknya).” (QS An Nisaa’: 11).
3 dan 4. Dua saudara perempuan seibu
sebapak dan dua saudara perempuan sebapak.
Firman-Nya: “Tetapi jika adalah (saudara perempuan) itu dua orang, maka mereka dapat dua pertiga dari harta yang ia tinggalkan.” (QS An Nisaa’: 176).
Firman-Nya: “Tetapi jika adalah (saudara perempuan) itu dua orang, maka mereka dapat dua pertiga dari harta yang ia tinggalkan.” (QS An Nisaa’: 176).
E. Yang
dapat 1/3; dua orang:
1. Ibu, jika ia tidak mahjub
(terhalang).
Firman-Nya: “Tetapi jika si mayyit tidak mempunyai anak, dan yang jadi ahli warisnya (hanya) ibu dan baoak, maka bagi ibunya sepertiga.” (QS An Nisaa’: 11).
Firman-Nya: “Tetapi jika si mayyit tidak mempunyai anak, dan yang jadi ahli warisnya (hanya) ibu dan baoak, maka bagi ibunya sepertiga.” (QS An Nisaa’: 11).
2. Dua
saudara seibu (saudara tiri) dan seterusnya.
Firman-Nya: “Dan jika si mayyit laki-laki atau perempuan tak meninggalkan anak dan tidak (pula) bapak, tetapi ia mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau saudara perempuan (seibu), maka tiap-tiap orang dari mereka berdua itu, dapat seperenam, tetapi jika saudara-saudara itu lebih dari itu maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu.” (QS An Nisaa’: 12).
Firman-Nya: “Dan jika si mayyit laki-laki atau perempuan tak meninggalkan anak dan tidak (pula) bapak, tetapi ia mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau saudara perempuan (seibu), maka tiap-tiap orang dari mereka berdua itu, dapat seperenam, tetapi jika saudara-saudara itu lebih dari itu maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu.” (QS An Nisaa’: 12).
F. Yang
dapat 1/6; ada tujuh orang:
1. Ibu dapat
seperenam, jika si mayyit meninggalkan anak atau saudara lebih dari seorang.
Firman-Nya: “Dan untuk dua orang ibu bapak, bagian masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya dapat sepertiga; jika yang wafat itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya dapat seperenam.” (QS An Nisaa’: 11).
Firman-Nya: “Dan untuk dua orang ibu bapak, bagian masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya dapat sepertiga; jika yang wafat itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya dapat seperenam.” (QS An Nisaa’: 11).
2. Nenek,
bila si mayyit tidak meningalkan ibu. Ibnul Mundzir menegaskan, “Para ulama’
sepakat bahwa nenek dapat seperenam, bila si mayyit tidak meninggalkan ibu.”
(Al Ijma’ hal. 84).
3. Seorang
saudara seibu, baik laki-laki ataupun perempuan.
Firman-Nya: “Dan jika si mayyit laki-laki atau perempuan itu tidak meninggalkan anak dan tidak (pula) bapak, tetapi ia mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau saudara perempuan (seibu), maka tiap-tiap orang dari mereka berdua itu dapat seperenam.” (QS An Nisaa’: 12).
Firman-Nya: “Dan jika si mayyit laki-laki atau perempuan itu tidak meninggalkan anak dan tidak (pula) bapak, tetapi ia mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau saudara perempuan (seibu), maka tiap-tiap orang dari mereka berdua itu dapat seperenam.” (QS An Nisaa’: 12).
4. Cucu
perempuan, jika si mayyit meninggalkan seorang anak perempuan:
Dari Abu Qais, ia bertutur: Saya pernah mendengar Huzail bin Syarahbil berkata, “Abu Musa pernah ditanya perihal (bagian) seorang anak perempuan dan cucu perempuan serta saudara perempuan.” Maka ia menjawab, “Anak perempuan dapat separuh dan saudara perempuan separuh (juga), dan temuilah Ibnu Mas’ud (dan tanyakan hal ini kepadanya) maka dia akan sependapat denganku!” Setelah ditanyakan kepada Ibnu Mas’ud dan pernyataan Abu Musa disampaikan kepadanya, maka Ibnu Mas’ud menjawab, “Sungguh kalau begitu (yaitu kalau sependapat dengan pendapat Abu Musa) saya benar-benar sesat dan tidak termasuk orang-orang yang mendapat hidayah. Saya akan memutuskan dalam masalah tersebut dengan apa yang pernah diputuskan Nabi saw: yaitu anak perempuan dapat separuh, cucu perempuan dari anak laki-laki dapat seperenam sebagai pelengkap dua pertiga (2/3), dan sisanya untuk saudara perempuan.’ Kemudian kami datang menemui Abu Musa, lantas menyampaikan pernyataan Ibnu Mas’ud kepadanya, maka Abu Musa kemudian berkomentar, ”Janganlah kamu bertanya kepadaku selama orang yang berilmu ini berada di tengah-tengah kalian.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1863, Fathul Bari XII: 17 no: 6736, ’Aunul Ma’bud VIII: 97 no: 2873, Tirmidzi III: 285 no: 2173, namun dalam riwayat Abu Daud dan Tirmidzi tidak termaktub kalimat terakhir).
Dari Abu Qais, ia bertutur: Saya pernah mendengar Huzail bin Syarahbil berkata, “Abu Musa pernah ditanya perihal (bagian) seorang anak perempuan dan cucu perempuan serta saudara perempuan.” Maka ia menjawab, “Anak perempuan dapat separuh dan saudara perempuan separuh (juga), dan temuilah Ibnu Mas’ud (dan tanyakan hal ini kepadanya) maka dia akan sependapat denganku!” Setelah ditanyakan kepada Ibnu Mas’ud dan pernyataan Abu Musa disampaikan kepadanya, maka Ibnu Mas’ud menjawab, “Sungguh kalau begitu (yaitu kalau sependapat dengan pendapat Abu Musa) saya benar-benar sesat dan tidak termasuk orang-orang yang mendapat hidayah. Saya akan memutuskan dalam masalah tersebut dengan apa yang pernah diputuskan Nabi saw: yaitu anak perempuan dapat separuh, cucu perempuan dari anak laki-laki dapat seperenam sebagai pelengkap dua pertiga (2/3), dan sisanya untuk saudara perempuan.’ Kemudian kami datang menemui Abu Musa, lantas menyampaikan pernyataan Ibnu Mas’ud kepadanya, maka Abu Musa kemudian berkomentar, ”Janganlah kamu bertanya kepadaku selama orang yang berilmu ini berada di tengah-tengah kalian.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1863, Fathul Bari XII: 17 no: 6736, ’Aunul Ma’bud VIII: 97 no: 2873, Tirmidzi III: 285 no: 2173, namun dalam riwayat Abu Daud dan Tirmidzi tidak termaktub kalimat terakhir).
5. Saudara
perempuan sebapak, jika si mayat meninggalkan seorang saudara perempuan seibu
sebapak sebagai pelengkap dua pertiga (2/3), karena dikiaskan kepada cucu
perempuan, bila si mayyit meninggalkan anak perempuan.
6. Bapak
dapat seperenam, jika si mayyit meninggalkan anak.
Firman-Nya: “Dan bagi dua ibu bapaknya; buat tiap-tiap seorang dari mereka seperenam dari harta yang ditinggalkan (oleh anaknya), jika (anak itu) mempunyai anak.” (QS An Nisaa’: 11).
Firman-Nya: “Dan bagi dua ibu bapaknya; buat tiap-tiap seorang dari mereka seperenam dari harta yang ditinggalkan (oleh anaknya), jika (anak itu) mempunyai anak.” (QS An Nisaa’: 11).
7. Datuk
(kakek) dapat seperenam, bila si mayyit tidak meninggalkan bapak. Dalam hal ini
Ibnul Mundzir menyatakan, “Para ulama’ sepakat bahwa kedudukan datuk sama
dengan kedudukan ayah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar